• Welcome Message

BIDANG GARAPAN FILSAFAT : ONTOLOGI

Posted by yUniE_bamS On 05.54 0 komentar

BIDANG GARAPAN FILSAFAT :
ONTOLOGI

Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas kelompok mata kuliah
“Filsafat Ilmu”

Pembimbing:
H. Aunur Rofiq, Lc, M.Ag,. Ph.D

Oleh Kelompok VI :

Yuni Udchiah (09510027)
Nia Eka Sari (09510028)
Khusnul Nur Hayati (09510033)
Debi Cholid Mawardi (09510068)








JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2010

KATA PENGANTAR


Bismillahirahmanirrohim

Alhamdulillah dengan segenap kerendahan hati, kami haturkan segala puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, taufik serta hidayah-Nya, sehingga kami mampu menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Bidang Garapan Filsafat Ontologi”.

Shalawat serta salam senantiasa terlimpahkan kepada junjungan kita nabi agung Muhammad SAW, yang telah berhasil memimpin, membimbing serta menuntun umatnya dari zaman jahiliyah menuju zaman terang benderang.

Suatu kebanggaan tersendiri bagi kami karena dapat menyelesaikan makalah ini, walaupun kami menyadari bahwasannya dalam penulisan makalah ini masih terdapat kesalahan-kasalahan. Oleh karena itu, kami mengharapkan saran dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Semoga dengan penulisan makalah ini dapat bermanfaat bagi kami khususnya bagi pembaca.Amin



Malang, 27 April 2010




Penyusun







DAFTAR ISI :


KATA PENGANTAR……………………………………………………………………… i
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………….. ii
BAB I……………………………………………………………………………………….. 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang………………………………………………………………………….. 1
1.2 Rumusan Masalah………………………………………………………………………. 1
1.3 Tujuan Penulisan………………………………………………………………………... 1
BAB II………………………………………………………………………………………, 2
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Ontologi……………………………………………………………………... 2
2.2 Metode dan Aspek-aspek Dalam Ontologi……………………………………………… 7
2.3 Kedudukan Ontologi Dalam Filsafat…………………………………………………... 12
2.4 Aliran-aliran Dalam Ontologi………………………………………………………….. 12
BAB III…………………………………………………………………………………….. 17
PENUTUP
3.1 Kesimpulan……………………………………………………………………………... 17
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………. 18













BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Salah satu cara untuk membedakan jenis pengetahuan yang satu dengan yang lain adalah dengan mengajukan beberapa pertanyaan dalam hubungannya dengan objek apa yang dikaji oleh pengetahuan itu (ontologi), bagaimana cara mengetahui pengetahuan tersebut (epistemologi) dan apa fungsi pengetahuan tersebut (aksiologi).
Ontologi berasal dari bahasa Yunani, ontos (yang sedang berada) dan logos (ilmu). Dalam hal ini, ontologi diartikan sebagai suatu cabang metafisika yang berhubungan dengan kajian mengenai eksistensi itu sendiri. Ontologi mengkaji sesuai yang ada, sepanjang sesuatu itu ada.
Clauberg menyebut ontologi sebagai “ilmu pertama”, yaitu studi tentang yang ada sejauh ada. Studi ini dianggap berlaku untuk semua entitas, termasuk Allah dan semua ciptaan, dan mendasari teologi serta fisika.
Sesuai dengan judul makalah ini, maka penulis akan membahas tentang aspek-aspek yang ada pada ontology filsafat.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dari Ontologi itu?
2. Bagaimanakah Metode dan aspek Ontologi itu?
3. Bagaimanakah kedudukan Ontologi dalam filsafat?
4. Apa saja aliran-aliran dalam Ontologi?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Memberikan penjelasan tentang pengertian Ontologi.
2. Menjelaskan tentang metode dan aspek dalam Ontologi.
3. Menjelaskan kedudukan ontology dalam filsafat.
4. Menjelaskan tentang aliran-aliran dalm Ontologi.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Ontologi.
Filsafat tentang ta meta ta physika Aristoteles berpusat pada to hei on,artinya pengada sekedar pengada. Kata yunani on merupakan bentuk netral dari oon dengan bentuk negatifnya ontos.kata itu adalah bentuk partisipasif dari kata kerja einai ( ‘ada’ atau ‘mengada’ ), jadi berarti yang-ada atau pengada. Maka objek material bagi filsafat pertama itu terdiri dari segala-galanya yang ada. Dan dari segi formal ha-hal itu di tinjau bukan menurut aspek ini atau itu yang terbatas, bukan juga sekedar manusia atau dunia atau tuhan, tetapi menurut sifat atau hal mengadanya. Oleh karena itu walaupun Aristoteles sama sekali belum mempergunakan nama itu, filsafat pertama ini kemudian hari akan disebut ontology.
Namun Aristoteles belum pula menyadari segala implikasi penemuannya itu. Sebelum Aritoteles bagi plato sifat “ada” belum memiliki arti yang sangat istimewa. Jika dalam karyanya sophists diterangkan jenis-jenis paling pokok yang termuat dalam konsep-konsep pengertian, maka plato menyejajarkan “ada” dan “tidak-ada” identik dan berlainan, bergerak dan tidak-bergerak. Dengan keliru Aristoteles sendiri masih berpendapat bahwa “mengada” itu hanya merupakan salah satu sifat di samping sifat-sifat lain, walaupun sekaligus merupakan dasar pula untuk segala-galanya. Dan sesudah Aristoteles, Platinos juga hanya akan mengikuti “mengada” sebagai sifat alam-dunia (physis) belaka. Menurut dia sifat mangada itu di angkat dan di atasi oleh sifat “hidup” dan “berpikir”. Baru Thomas Aquinas akan mengelola rumus Aristoteles sedemikian rupa, sehingga mencapai kepadanya yang penuh, yaitu “mengada” sebagai sifat yang melengkapi dan yang mendasari segala sifat lainnya.
Maka menurut hasil perkembangan lebih kemudian tentang arti ‘mengada” sebagai objek pemikiran filsafat pertama sebagai “ontologi” di akui menjadi ilmu yang paling universal. Objeknya meliputi segala-galanya dengan seada-adanya. Maka einai dan to on lambat laun tidak hanya berarti “ada atau tidaknya” tetapi meliputi segala-galanya saja menurut segala bagiannya (segi ekstensif) dan menurut segala aspeknya (segi intensif). Namun dalam pengantar ini objek ontology belum dapat diperinci lebih lanjut, baru akan menjadi lebih jelas dalam uraian (discours) seluruh ontogi sendiri. (Anton Bakker, 1992 :16)
Objek telaah ontologi adalah yang ada. Studi tentang yang ada, pada dataran studi filsafat pada umumnya di lakukan oleh filsafat metaphisika. Istilah ontologi banyak di gunakan ketika kita membahas yang ada dalam konteks filsafat ilmu.
Ontologi membahas tentang yang ada, yang tidak terikat oleh satu perwujudan tertentu. Ontologi membahas tentang yang ada yang universal, menampilkan pemikiran semesta universal. Ontologi berupaya mencari inti yang termuat dalam setiap kenyataan, atau dalam rumusan Lorens Bagus; menjelaskan yang ada yang meliputi semua realitas dalam semua bentuknya.
Dari beberapa pengetahuan di atas dapat di simpulkan bawa;
1. Menurut bahasa, ontology ialah berasal dari bahasa yunani, On/Ontos=ada, logos=ilmu. Jadi, ontology adalah tentang ilmu yang ada.
2. Menurut istilah, ontology ialah ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada, yang merupakan ultimate reality baik yang berbentuk jasmani/konkret maupun rohani/abstrak. (Amsal Bakhtiar, 2007 : 134)
Ontologi ilmu meliputi apa hakikat ilmu itu, apa hakikat kebenaran dan kenyataan yang inheren dengan pengetahuan ilmiah, yang tidak terlepas dari persepsi filsafat tentang apa dan bagaimana (yang) “ada” itu (being Sein, het zijn). Paham monoisme yang terpecah menjadi idealisme atau spiritualisme, Paham dualisme, pluralisme dengan berbagai nuansanya, merupakan paham ontologik yang pada akhimya menentukan pendapat bahkan keyakinan kita masing-masing mengenai apa dan bagaimana (yang) ada sebagaimana manifestasi kebenaran yang kita cari.
Ontologi merupakan salah satu kajian kefilsafatan yang paling kuno dan berasal dari Yunani. Studi tersebut membahas keberadaan sesuatu yang bersifat konkret. Tokoh Yunani yang memiliki pandangan yang bersifat ontologis dikenal seperti Thales, Plato, dan Aristoteles . Pada masanya, kebanyakan orang belum membedaan antara penampakan dengan kenyataan. Thales terkenal sebagai filsuf yang pernah sampai pada kesimpulan bahwa air merupakan substansi terdalam yang merupakan asal mula segala sesuatu. Namun yang lebih penting ialah pendiriannya bahwa mungkin sekali segala sesuatu itu berasal dari satu substansi belaka (sehingga sesuatu itu tidak bisa dianggap ada berdiri sendiri). (Amsal Bakhtiar, 2004 : 131)
Hakekat kenyataan atau realitas memang bisa didekati ontologi dengan dua macam sudut pandang:
1. Kuantitatif, yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan itu tunggal atau jamak.
2. Kualitatif, yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan (realitas) tersebut memiliki kualitas tertentu, seperti misalnya daun yang memiliki warna kehijauan, bunga mawar yang berbau harum.
Secara sederhana ontologi bisa dirumuskan sebagai ilmu yang mempelajari realitas atau kenyataan konkret secara kritis. Beberapa aliran dalam bidang ontologi, yakni realisme, naturalisme, empirisme.
Naturalisme di dalam seni rupa adalah usaha menampilkan objek realistis dengan penekanan seting alam. Hal ini merupakan pendalaman lebih lanjut dari gerakan realisme pada abad 19 sebagai reaksi atas kemapanan romantisme. Salah satu perupa naturalisme di Amerika adalah William Bliss Baker, yang lukisan pemandangannya dianggap lukisan realis terbaik dari gerakan ini. Salah satu bagian penting dari gerakan naturalis adalah pandangan Darwinisme mengenai hidup dan kerusakan yang telah ditimbulkan manusia terhadap alam.
Istilah istilah terpenting yang terkait dengan ontologi adalah:
• yang-ada (being)
• kenyataan/realitas (reality)
• eksistensi (existence)
• perubahan (change)
• tunggal (one)
• jamak (many)
Ontologi ini pantas dipelajari bagi orang yang ingin memahami secara menyeluruh tentang dunia ini dan berguna bagi studi ilmu-ilmu empiris (misalnya antropologi, sosiologi, ilmu kedokteran, ilmu budaya, fisika, ilmu teknik dan sebagainya).
Ontologi ruang waktu Setelah menikmati masa hidupnya selama sekitar seribu tahun, ontologi boleh dikata memang mengalami perkembangan baru setelah melewati satu periode penampikan. Periode itu yang disebabkan oleh oposisi yang luas terhadap metafisika, terkenal dengan pengumuman "kematian metafisika". Kini kian bisa diterima bahwa ilmu-ilmu alam memiliki skema ontologis. Selain belum dapat sepenuhnya dijustifikasi menurut dasar-dasar empiris murni, skema ontologis itu juga dapat menimbulkan kebingungan teoritis, seperti yang terjadi pada bidang mekanika kuantum yang terus bertengkar soal dualitas gelombang-partikel.
Persoalan baru terus berlanjut seiring dengan kian majunya teori kuantum dan turunannya mengekplorasi hakikat terdalam realitas. Persoalan ontologis terbaru masih berkaitan dengan building-block terkecil yang menyusun seluruh alam semesta seisinya ini. Salah satu usulan mutakhir yang berkaitan dengan subyek ini datang dari teori "Superstring". Inti pandangan Superstring adalah bahwa penyusun dasar semesta ini bukanlah particle-like entity seperti yang diyakini orang sejak hampir 1500 tahun. Penyusun dasar kenyataan kosmos ini adalah semacam senar gitar yang dengan berbagai jenis getarnya memungkinkan munculnya berbagai jenis alam semesta. Dikiaskan secara sangat sederhana, alam semesta ini bukanlah seperti sebuah rumah besar yang tertata dari ribuan bata, bukan seperti benda permanen yang disusun dari tak terhingga dzarrah, tapi lebih mirip seperti sejenis musik yang terdiri dari berbagai macam nada. (http://one.indoskripsi.com/node/786)
Seperti halnya teori Superstring, teori komputasi CA juga mengimplikasikan bahwa penyusun paling dasar dari kenyataan semesta bukanlah particle-like entity. Dalam hal ini, Wolfram memberi sumbangan penting pada "gerakan intelektual" yang menyuarakan pandangan bahwa bentuk-bentuk informasi, dan bukannya materi atau energi, yang lebih merupakan batu penyusun dasar dari seluruh kenyataan. Gerakan intelektual ini mencoba memberi penjelasan baru tentang bagaimana bentuk-bentuk atau pola-pola informasi menciptakan dunia yang kita alami. Selain membangun visi yang lebih kokoh tentang peranan algoritme yang sangat penting di alam semesta ini, gerakan ini juga mencoba mengoreksi padangan klasik Newtonian tentang ruang waktu yang terpisah, kontinu, infinit dan absolut.
Bahwa informasi adalah "satuan" yang paling dasar di alam semesta ini-pengertian ini jelas sudah cukup tua dalam sejarah pengetahuan manusia. Ini terlihat misalnya pada kalimat pembuka Bibel, "Pada mulanya adalah kata", atau pada ayat pertama Qur'an, "Bacalah". Namun demikian, pada kedua kanon besar itu, informasi sebagai inti kosmos lebih bersifat pengertian intuitif yang tak dapat dibuktikan salah. Apa yang dikerjakan Wolfram, John Wheeler dengan "It from Bit"; Edward Fredkin dengan "Digital Universe"; serta sejumlah pemikir lain, semuanya dibangun secara sistematis dengan teori-teori yang bisa difalsifikasi.
Algoritme tentu saja berasal dari nama Abu Ja'far Muhammad bin Al-Kwarizmi (780-850 M), penulis kitab Al-Jabr Wal Muqabala (Aturan-aturan tentang Restorasi dan Reduksi). Algoritme adalah metode atau prosedur yang terdefenisikan dengan baik untuk memecahkan sebuah masalah, biasanya sebuah problem matematika, atau yang berkaitan dengan manipulasi informasi. Secara khusus, sebuah algoritme dideskripsikan sebagai satu seri tindakan yang harus dilaksanakan, ditambah dengan petunjuk tentang kapan dan di mana seri tindakan itu harus diulang lagi. Ada pakar yang membatasi algoritme hanya pada prosedur-prosedur yang akhirnya selesai. Tapi ada juga pakar yang memasukkan prosedur-prosedur yang terus berjalan tanpa henti.
Algoritme memang sering berwujud sebagai program-program komputer, tapi ia juga bisa berwujud tindakan yang dilakukan oleh kehidupan yang tengah mencari perfeksi dan terus berupaya mengatasi dirinya sendiri. (http://usahasejati.com/Filsafat%20Komunikasi/aspek-aspek)
1. Objek Formal
Objek formal ontologi adalah hakikat seluruh realitas. Bagi pendekatan kuantitatif, realitas tampil dalam kuantitas atau jumlah, tealaahnya akan menjadi kualitatif, realitas akan tampil menjadi aliran-aliran materialisme, idealisme, naturalisme, atau hylomorphisme. Yang natural ontologik akan diuraikan di belakang hylomorphisme di ketengahkan pertama oleh aristoteles dalam bukunya De Anima. Dalam tafsiran-tafsiran para ahli selanjutnya di fahami sebagai upaya mencari alternatif bukan dualisme, tetapi menampilkan aspek materialisme dari mental.
Menurut aspek-aspek yang di selidiki, objek-objek material dapat di khususkan lagi. Misalnya manusia saja dapat di pandang secara matematis, fisis, biotic, psikis dan sebagainya. Mereka di bedakan menurut objek formal, ataupun menurut kepadatannya, yaitu menurut aspek intensitas. Maka muncullah pertanyaan : Apakah terdapat suatu ilmu pengetahuan yang begitu padat (mendalam), sehingga serentak membicarakan segala aspek atau sudut formal yang ada dalam objek (material) mana saja? Ilmu pengetahuan sedemikian itu (andaikata ada) akan bersifat paling intensif (padat), dan akan memuat segala aspek penyelidikan ilmiah mana saja.
2. Objek Material
Menurut hal-hal yang di selidiki, di kembangkan ilmu pengetahuan mengenai manusia, mengenai binatang, tumbuhan, laut, atom, dan sebagainya. Mereka di bedakan menurut objek material, ataupun menurut keluasannya, yaitu menurut aspek ekstensif. Maka layaklah bahwa timbul pertanyaan: Apakah ada suatu ilmu pengetahuan begitu umum, sehingga serentak meliputi dan membicarakan segala-galanya yang ada? Ilmu pengetahuan sedemikian itu (andaikan ada) akan bersifat paling ekstensif, dan akan merangkum segala objek (material) penyelidikan ilmiah mana saja. (Anton Bakker, 1992:13)
2.2 Metode dan aspek dalam Ontologi
Lorens Bagus memperkenalkan tiga tingkatan abstraksi dalam ontologi, yaitu : abstraksi fisik, abstraksi bentuk, dan abstraksi metaphisik. Abstraksi fisik menampilkan keseluruhan sifat khas sesuatu objek; sedangkan abstraksi bentuk mendeskripsikan sifat umum yang menjadi cirri semua sesuatu yang sejenis. Abstraksi metaphisik mengetangahkan prinsip umum yang menjadi dasar dari semua realitas. Abstraksi yang dijangkau oleh ontologi adalah abstraksi metaphisik.
Sedangkan metode pembuktian dalam ontologi oleh Laurens Bagus di bedakan menjadi dua, yaitu : pembuktian a priori dan pembuktian a posteriori.
Pembuktian a priori disusun dengan meletakkan term tengah berada lebih dahulu dari predikat; dan pada kesimpulan term tengah menjadi sebab dari kebenaran kesimpulan.
Contoh : Sesuatu yang bersifat lahirah itu fana (Tt-P)
Badan itu sesuatu yang lahiri (S-Tt)
Jadi, badan itu fana (S-P)
Sedangkan pembuktian a posteriori secara ontologi, term tengah ada sesudah realitas kesimpulan; dan term tengah menunjukkan akibat realitas yang dinyatakan dalam kesimpulan hanya saja cara pembuktian a posterioris disusun dengan tata silogistik sebagai berikut:
Contoh : Gigi geligi itu gigi geligi rahang dinosaurus (Tt-S)
Gigi geligi itu gigi geligi pemakan tumbuhan (Tt-P)
Jadi, Dinausaurus itu pemakan tumbuhan (S-P)
Bandingkan tata silogistik pembuktian a priori dengan a posteriori. Yang a priori di berangkatkan dari term tengah di hubungkan dengan predikat dan term tengah menjadi sebab dari kebenaran kesimpulan, sedangkan yang a posteriori di berangkatkan dari term tengah di hubungkan dengan subjek, term tengah menjadi akibat dari realitas dalam kesimpulan. (www.kecoaxus.tripod.com/filsafat/pengfil.htm)
Pertanyaan tentang ‘mengada’ ini muncul pemahaman tentang kenyataan konkret. Dengan demikian ontology menanyakan sesuatu yang tidak serba tidak terkenal. Andai kata sama sekali tidak terkenal, mustahil lah pernah akan ditanyakan. Maka telah ada semacam vorwissen (prapengetahuan) sudah ada suatu pemahaman, namun yang belum tahu pula. Pemahaman itu senada dengan keinsyafan manusia akan dirinya sendiri sebelum melaksanakan antropologi metafisik bahkan merupakan lanjutan kesadaran itu. Filsafat lalu menjurus ke suatu refleksi terakhir, yang ingin mengeksplisitasikan dan mentematisasikan vorwissen tersebut. Tetapi,walaupun terbuka untuk perkembangan selanjutnya, vorwissen itu juga telah menentukan cakrawala principal, ataupun telah memasang suatu napriori mutlak. Segala perkembangan pengertian telah termuat dalam batas-batas prapemahaman itu, dan tidak pernah akan dapat melampauinya. Yang ada di luarnya tidak akan dan tidak dapat di pertanyakan, karena tidak di pandang sebagai ‘mengada’.
Dengan demikian ontology bergerak di antara dua kutub, yaitu antara pengalaman akan kenyataan konkret dan prapengertian ‘mengada’ yang paling umum. Dalam refleksi ontologis kedua kutub itu saling menjelaskan. Atas dasar pengalaman tentang kenyataan akan semakin didasari dan di eksplisitasikan arti dan hakikat ‘mengada’.
Metode ini tidak dapat dipertanggung jawabkan lebih lanjut dulu. Akan lebih jelas sambil berjalan, dan sahnya akan tampak dalam uraian ontologism sendiri. Tidaklah mungkin bertitik pangkal dari rumus-rumus tepat mengenai ‘mengada’ dan segala sesuatu yang berhubungan dengannya oleh karena dua alasan. Pertama, rumus sedemikian itu belum di berikan dasar mutlak dan kepastian ultima. Dengan menentukan rumus sedemikian tanpa jaminan definitive, ada bahaya bahwa telah di tentukan batas-batas yang terlalu sempit dan kurang supel, sehingga secara a priori telah akan tertutup jalan-jalan pemikiran tertentu. Kedua, suatu definisi selalu memakai suatu pengertian lain yang diandaikan telah di ketahui lebih dahulu dan lebih jelas dari ‘mengada’ itu. Oleh kedua alasan ini rumus-rumus dalam ontology hanya mungkin sebagai kesimpulan-kesimpulan uraian. (Anton Bakker, 1992:21-22)
Aspek-aspek dalam Ontologi
Yang Ada (being) Dan yang Tiada ( Non- being)
Ciri Paling Umum Yang Di Punyai Barang Sesuatu
Istilah ada boleh dikatakan senantiasa menunjuk suatu ciri yang melekat pada apa saja, bahkan pada segala sesuatu. Oleh karena itu, ia merupaka pengertian paling umum dan paling bersahaja dari sifat-sifat manapun juga. Adanya sifat tersebut tidaklah menyebabkan barang yang satu berbeda dengan barang yang lain.
Karena itu, salah satu cara untuk dapat mengenal maknanya ialah dengan jalan menghubungkannya dengan cirri-ciri khas yang lain atau menetapkan ukuran tersebut bagi penerapannya. Cara lain lagi ialah dengan jalan menggambarkan dan mengadakan klasifikasi atas berbagai jenis hal yang dapat diterapi predikat tersebut. Tetapi dengan demikian berarti meliputi segenap kenyataan yang ada, yaitu ‘ yang sungguh ada’ (actual) dan ‘ yang mungkin ada (possible). Dan sehubungan dengan itu, Aristoteles memberikan definisi kepada metafisika sebagai’ ilmu pengetahuan mengenai yang ada sebagai yang ada’.
YANG SUNGGUH ADA DAN YANG MUNGKIN ADA
Sesungguhnya, kalimat terakhir diatas menggambarkan terdapatnya perbedaan dalam lingkungan yang ada. Yang Ada yaitu segenap hal yang dapat diterapi pengertian ada dapat dibagi dua yaitu yang sungguh ada dan yang mungkin ada.
YANG ADA DAN EKSISTENSI
Apakah yang dimaksudkan bila kita mengataakan X bersifat ada atau secara lebih singkat X ada. Yang jelas ada tidaklah setara dengan bereksistensi. Jika suatu hal bereksistensi sudah pasti hal itu ada. Tetapi sesuatu yang ada tidaklah selalu bereksistensi Perhatikanlah, misalnya meja didepan ada. Orang dapat mengatakan meja ini bersifat ada.Eksistensi sudah mengandaikan ada.
YANG NYATA ADA DAN YANG TAMPAK ADA
Untuk memberikan gambaran yang lain, perhatikan contoh yang sering dipakai dalam suatu penjelasan. Yaitu mengenai tongkat yang ( tampaknya) bengkok bila dicelupkan kedalam air. Segi epistemology yang berhubungan dengan hal ini telah dibicarakan.Dalam hal ini, sudah jelas benar bahwa orang dapat memilahkan antara tongkat sebagai yang nyata ada dengan tongkat sebagai yang nampak ada.
YANG ADA SENANTIASA DAPAT DIKETAHUI
Dapatlah dikatakan bahwa sesuatu yang ada, meskipun pada suatu saat tertentu tidak diketahui, namun setidak-tidaknya pasti dapa diketahui. Berarti bahwa bersifat ada tentu berakibat dapat diketahui.
YANG ADA PASTI MEMPUNYAI HUBUNGAN
Jika orang mengetahui sesuatu, berarti mengetahui pula bahwa hal tersebut mempunyai hubungan-hubungan dengan hal-hal yang lain.Oleh karena itu, jika dikatakan bahwa pada dasarnya segala sesuatu yang ada pasti dapat diketahui, ini berarti bahwa keadaan dapat diketahui tersebut mengakibatkan adanya kesadaran bahwa segala sesuatu yang ada pasti mempunyai hubungan-hubungan. Karenanya, dapat pula dikatakan bahwa ada berarti berhubungan. Berhubungan berarti mempunyai semacam pengaruh terhadap hal-hal yang lain.
SUATU PERNYATAAN YANG BERSIFAT SEMESTA ( UNIVERSAL)
Hendaknya diingat predikat ‘ ada’ dapat diterapkan terhadap setiap perkataan dan setiap hal. Karena itu pernyataan yang berbentuk X bersifat ada senantiasa mengandung kebenaran tanpa memperhatikan apakah yang diwakili oleh X tersebut. Dengan kata lain, pernyataan itu merupakan suatu bentuk proposisi yang senantiasa mengandung kebenaran tanpa menghiraukan apapun yang menggantikan perubahnya ( variable). Dikatakan benar karena dua macam alasan yaitu berdasarkan pada bentuknya dan sifat yang a priori.
YANG ADA DAN KENYATAAN
Apabila ada kita pandang sebagai suatu sifat, maka yang ada dapat dikatakan merupakan himpunan segenap satuan yang mempunyai sifat ada. Himpuan ini meliputi segala sesuatu, maka dapatlah ia dinamakan himpunan semesta. Memang sejumlah penulis menggunakan istilah kenyataan. Tetapi karena yang ada meliputi juga satuan-satuan yang dalam arti tertentu bersifat tidak nyata, maka sebaliknya penggunaan istilah kenyataan tersebut dibatasi, sehingga sekadar merupakan himpunan himpunan yang meliputi satuan-satuan dari yang ada yang dilekati oleh sifat nyata. Secara demikian kenyataan merupakan himpunan bawahan dari yang ada .Artinya, segala hal yang bersifat nyata sekaligus juga bersifat ada dan bukan sebaliknya.
YANG ADA BERSIFAT NISBI
Sesungguhnya tidak ada masalah yang menyangkut yang tiada yang bersifat mutlak.Yang ada sekedar masalah yang tiada yang bersifat nisbi. Contoh penjelasannya sebagai berikut. Pada suatu waktu tertentu benih pohon gabus mempunyai sifat ada, nyata dan bereksistensi sebagai benih pohon gabus. Tetapi benih tersebut juga mermpunyai kemungkinan/pembawaan(potentiality) untuk menjadi pohon gabus. Dalam hal ini, pohon gabusnya sendiri dapat dikatakan dalam batas-batas tertentu berifat tiada, karena pohin gabus yang berasal dari benih tadi memang yang tiada. Pengertian ‘emungkinan’bersangkut paut dengan pengertian ‘kesugguhan’.
YANG ADA DAN YANG TIADA
Ditinjau secara ungkapan ‘ tiada’ tidak sama dengan ungkapan ‘ mempunyai sifat ada’. Berbeda halnya dengan ungkapan ‘ ada dalam kesanggupan ‘, yang dihubungkan dengan ungkapan ‘ ada dalam kemungkinan’. Yang sungguh ‘ ada ‘ dan ‘ yang mungkin ada’ keduanya termasuk pengertian ‘ yang ada ‘. Dengan perkataan lain, yang mungkin ada merupakan salah satu jenis yang ada dan tidak dapat dikatakan termasuk yang tiada dalam arti bahwa yang mungkin ada itu tidak ada. (Louis O.Kattsoff, 2004 :188-194)
2.3 Kedudukan Ontologi Dalam Filsafat
Ontologi ini merupakan ilmu pengetahuan yang paling universal dan paling menyeluruh. Penyelidikannya meliputi segala pertanyaan dan penelitian lainnya yang lebih bersifat bagian. Ia merupakan konteks untuk semua konteks lainya, cakrawala yang merangkum semua cakrawala lainnya, pendirian yang meliputi segala macam lainnya. Oleh karena sifat englobant (marcel) atau ungreifend (jaspers) itu, maka ontology bercorak total, dan dari sebab itu juga berciri paling kongkrit. Ontology meneliti pengada sekadar pengada. Sedangkan mengada itu merupakan sekaligus hal yang paling terkenal, dan hal yang paling sukar dieksplisitasikan.
Oleh karena meneliti dasar paling umum untuk segala-galanya, ontology itu pantas disebut filsafat pertama. Namun ontology telah mengandaikan semua bagian filsafat lainnya. Tentu dalam suatu pengantar ditaktis dapat saja ontology, sebagai pemikiran paling umum, diuraikan pada awal seluruh penyelidikan filosofis, tetapi menurut urut-urutan itu belum cukup dicakup pengalaman kongkret mengenai manusi-dunia-Tuhan. Besarlah bahaya bahwa ontology sedemikian itu menjadi suatu kumpulan atau system konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang melulu formalistis dan kosong belaka, tanpa hubungan dengan kenyataan yang benar. Oleh karena itu karenanya paling baik ontology dikembalikan kedudukan semula, yaitu ditempatkan pada akhir filsafat sistematis. Jadi, ontology bisa disebut filsafat pertama tetapi juga filsafat ultima’. (Anton Bakker, 1992: 20-21)
2.4 Aliran-aliran Dalam Ontology
Di dalam pemahaman ontology dapat di kemukakan aliran-aliran pokok pemikiran sebagai berikut;
1. Monoisme
Paham ini menganggap bahwa hakikat yang asal dari seluruh kenyataan itu hanyalah itu saja, tidak mungkin dua. Haruslah satu hakikat saja sebagai sumber yang asal,baik yang asal berupa materi ataupun berupa rohani. Tidak mungkin ada hakikat masing-masing bebas dan berdiri sendiri. Haruslah salah satunya merupakan sumber yang pokok dan dominan menentukan perkembangan yang lainnya. Istilah monism oleh Thomas Davidson disebut dengan Block Universa. Paham ini kemudian terbagi ke dalam dua aliran;
a. Materialisme
Aliran ini menganggap bahwa sumber yang asal itu adalah materi, bukan rohani. Aliran ini sering juga disebut dengan naturalisme. Menurutnya bahwa zat mati merupakan kenyataan dan satu-satunya fakta. Yang ada hanyalah materi,yang lainnya jiwa atau ruh tidaklah merupakan suatu kenyataan yang berdiri sendiri. Jiwa atau ruh itu hanyalah merupakan akibat saja dari proses gerakan kebenaran dengan salah satu cara tertentu.
Kalau dikatakan bahwa materialisme sering disebut naturalisme sering disebut naturalisme,sebenarnya ada sedikit perbadaan di antara dua paham itu. Namun begitu, materialisme dapat dianggap suatu penampakan diri dari naturalisme. Naturalisme berpendapat bahwa alam saja yang ada, yang lainnya di luar alam tidak ada.yang dimaksud alam di sini ialah segala-galanya, meliputi benda dan ruh. Sebaliknya, materialisme menganggap ruh adalah kejadian dari benda. Jadi tidak sama nilai benda dan ruh seperti dalam naturalism.
Dalam perkembangannya, sebagai aliran yang paling tua, paham ini timbul dan tenggelam seiring roda kehidupan manusia yang selalu di warnai dengan filsaafat dan agama. Alasan mengapa aliran ini berkembang sehingga memperkuat dugaan bahwa yang merupakan hakikat adalah;
1. Pada pikiran yang masih sederhana, apa yang kelihatan yang dapat diraba, biasannya di jadikan kebenaran terakhir.pkiran sederhana tidak mampu memikirkan sesuatu di luar ruang yang abstrak.
2. Penemuan-penemuan menunjukkan betapa bertanggungnya jiwa pada badan. Oleh sebab itu, peristiwa jiwa selalu dilihat sebagai peristiwa jasmani. Jasmani lebih menonjol dalam peristiwa ini.
3. Dalam sejarahnya manusia memang bergantung pada benda seperti pada padi. Dewi Sri dan Tuhan muncul dari situ. Kesemuanya ini memperkuat dugaan bahwa yang merupakan hakikat adalah benda. (Ahmad Tafsir, 2000 : 29)
b. Idealisme
Sebagai lawan materialism adalah aliran idealism yang di namakan jiga dengan spiritualisme. Idealism berarti serba cita, sedang spiritualisme berarti serba ruh.
Aliran ini yang menyatakan bahwa hakikat benda adalah ruhani, spirit atau sebangsnya adalah;
1. Nilai ruh lebih tinggi dari pada badan, lebih tinggi nilainnya dari materi bagi kehidupan manusia. Ruh itu di anggap sebagai hakikat sebenarnya. Sehingga materi hanyalah badannya, bayangan atau penjelmaan saja.
2. Manusia lebih dapat memahami dirinya daripada dunia luar dirinya.
3. Materi ialah kumpulan energy yang menempati ruang. Benda tidak ada, yang ada energy saja.(Ahmad Tafsir, 2000 : 30)
2.Dualisme
Setelah kita memahami bahwa hakikat itu satu (monism) baik materi ataupun ruhani, ada juga pandangan yang mengatakan bahwa hakikat itu ada dua. Aliran ini disebut dualism. Aliran ini berpendapat bahwa benda terdiri dari dua macam hakikat sebagai asal sumbernya, yaitu hakikat materi dan hakikat ruhani, benda dan ruh, jasad dan spirit. Materi bukan muncul dari ruh, dan ruh bukan muncul dari benda. Sama-sama hakikat. Kedua macam hakikat itu masing-masing bebas dan berdiri sendiri, sama-sama azali dan abadi. Hubungan keduannya menciptakan kehidupan dalam ala mini. Contoh yang paling jelas tentang adanya kerja sama kedua hakikat ini ialah dalam diri manusia.
Descrates meragukan segala sesuatu yang dapat di ragukan mula-mula ia mencoba meragukan smua yang dapat diindera, objek yang sebenarnya tidak mungkin diragukan. Dia meragukan badannya sendiri. Keraguan itu menjadi mungkin karena pada pengalaman mimpi, halusinasi, ilusi, dan juga pada pengalaman dengan ruh halus ada yang sebenarnya itu tidak jelas. Pada empat keadaan seseorang dapat mengalami sesuatu seolah-olah dalam keadaan yang sesungguhnya. Di dalam mimpi seolah-seolah seseorang mengalami sesuatu yang sungguh-sungguh terjadi persis seperti tidak mimpi (jaga), begitu pula pada pengalaman halusinasi, ilusi, dan kenyataan gaib. Tidak ada batas yang tegas antara mimpi dan jaga. Akibatnya ia menyatakan bahwa ada satu badan saya ini saya ragukan adanya, tetapi mengenai saya sedang ragu benar-benar tidak dapat di ragukan adanya.
3. Pluralisme
Paha mini berpandangan bahwa segenap macam bentuk merupakan kenyataan. Pluralism bertolak dari keseluruhan dan mengetahui mengakui bahwa segenap macam bentuk itu semuanya nyata. Pluralism dan Dictionary of philosophy and religion di katakan sebagai paham yang menyatakan bahwa kenyataan alam ini tersusun dari banyak unsure, lebih dari satu atau dua entitas. Tokoh aliran ini pada masa yunani kuno adalah Anaxa goras dan Empedocles yang menyatakan bahwa substansi yang ada itu terbentuk dan terdiri dari 4 unsur, yaitu tanah, air, api, dan udara.
Tokoh modern aliran ini adalah William James (1842-1910 M). kelahiran New York dan terkenal sebagai seorang psikolog dan filosof amerika. Dalam bukunya The Meaning if Truth james mengemukakan, tiada kebenaran yang mutlak, yang berlaku umum, yang bersifat tetap, yang berdiri sendiri, lepas dari akal yang mengenal. Sebab pengalaman kita berjalan terus, dan segala yang kita anggap benar dalam perkembangan pengalaman itu senantiasa berubah, karena dalam praktiknya apa yang kita anggap benar dapat dikoreksi oleh pengalaman berikutnya. Oleh karena itu, tiada kebenaran yang mutlak, yang ada adalah kebenaran-kebenaran, yaitu apa yang benar dalam pengalaman-pengalaman yang khusus, yang setiap kali dapat di ubah oleh pengalaman berikutnya. Kenyataan terdiri dari banyak kawasan yang berdiri sendiri. Dunia bukanlah suatu unuversum. Melainkan suatu multi-versum. Dunia adalah suatu dunia yang terdiri dari banyak hal yang beraneka ragam atau pluralis.
4.Nihilisme
Nihilism berasal dari bahasa latin yang berarti nothing atau tidak ada. Sebuah doktrin yang tidak mengakui validitas alternative yang positif. Istilah nihilism di perkenalkan oleh Ivan Turgeniev dalam novelnya Fathers and Children yang di tulisnya pada tahun 1862 di rusia. Dalam novel itu Bazarof sebagai tokoh sentral mengatakan lemahnya kutukan ketika ia menerima ide nihilism.
Doktrin tentang nihilism sebenarnya ada semenjak zaman yunani kuno, yaitu pada pandangan Gorgias (483-360 SM) yang memberikan tiga proposisi tentang realitas. Pertama, tidak ada sesuatupun yang eksis. Realitas itu sebenarnya tidak ada. Bukankah zeno juga pernah sampai pada kesimpulan bahwa hasil pemikiran itu selalu tiba pada paradox. Kita harus menyatakan bahwa realitas itu tunggal dan banyak, terbatas dan tak terbatas, dicipta dan tak dicipta. Karena kontradiksi tidak dapat di terima, maka pemikiran lebih baik tidak menyatakan apa-apa tentang realitas. Kedua, bila sesuatu itu ada, ia tidak dapat diketahui. Ini disebabkan oleh penginderaan itu tidak dapat dipercaya, penginderaan itu sumber ilusi. Akal juga tidak mampu meyakinkan kita tentang bahan alam semesta ini karena kita telah dikungkung oleh dilemma subjektif. Kita berpikir sesuai dengan kemauan, ide kita, yang kita terapkan pada fenomena. Ketiga, sekalipun realitas itu dapat kita ketahui , ia tidak akan dapat kita beritahukan kepada orang lain. (Amsal Bakhtiar, 2007 : 145)
5.Agnostisisme
Paham ini mengingkari kesanggupan manusia untuk mengetahui hakikat benda. Baik hakikat materi maupun hakikat ruhani. Kata Agnosticisme berasal dari bahasa Grik Agnostos yang berarti unknown. A artinya not. Gno artinya know.
Sementara itu, Martin Heidegger (1889-1976),seorang filosof jerman mengatakan, satu-satunya yang ada itu ialah manusia, karena hanya manusialah yang dapat memahami dirinya sendiri, jadi dunia ini adalah bagi manusia, tidak ada persoalan bagi alam metafisika.
Jadi agnostisisme adalah paham pengingkaran atau penyangkalan terhadap kemampuan manusia mengetahui hakikat benda baik materi maupun ruhani. Aliran ini mirip dengan skeptisisme yang berpendapat bahwa manusia diragukan kemampuannya mengetahui hakikat. Namun tampaknya agnostisisme lebih dari itu karena menyerah sama sekali. (Amsal Bakhtiar, 2007 : 146)


















BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Menurut bahasa, ontology ialah berasal dari bahasa yunani, On/Ontos=ada, logos=ilmu. Jadi, ontology adalah tentang ilmu yang ada.
Menurut istilah, ontology ialah ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada, yang merupakan ultimate reality baik yang berbentuk jasmani/konkret maupun rohani/abstrak. (Amsal Bakhtiar, 2007 : 134). Ontologi ilmu meliputi apa hakikat ilmu itu, apa hakikat kebenaran dan kenyataan yang inheren dengan pengetahuan ilmiah, yang tidak terlepas dari persepsi filsafat tentang apa dan bagaimana (yang) “ada” itu (being Sein, het zijn).
Lorens Bagus memperkenalkan tiga tingkatan abstraksi dalam ontologi, yaitu : abstraksi fisik, abstraksi bentuk, dan abstraksi metaphisik. Abstraksi fisik menampilkan keseluruhan sifat khas sesuatu objek; sedangkan abstraksi bentuk mendeskripsikan sifat umum yang menjadi cirri semua sesuatu yang sejenis. Abstraksi metaphisik mengetangahkan prinsip umum yang menjadi dasar dari semua realitas. Abstraksi yang dijangkau oleh ontologi adalah abstraksi metaphisik.
Ontologi ini merupakan ilmu pengetahuan yang paling universal dan paling menyeluruh. Penyelidikannya meliputi segala pertanyaan dan penelitian lainnya yang lebih bersifat bagian. Ia merupakan konteks untuk semua konteks lainya, cakrawala yang merangkum semua cakrawala lainnya, pendirian yang meliputi segala macam lainnya.
Mula-mula kita bicarakan realitas benda-benda. Apakah sesuai dengan penampakannya atau sesuatu yang tersembunyi di balik penampakannya? Menjawab petanyaan itu muncul 5 aliran yaitu materialisme, idealisme, dualisme, pluralisme, nihilisme, agnostisisme.


DAFTAR PUSTAKA :


Bakker, Anton. 1992. Ontologi Metafisika Umum Filsafat Pengada dan Dasar-Dasar Kenyataan. Yogyakarta : KANISIUS

Kattsoff O.Louis .2004. Pengantar Filsafat. Yogyakarta : Tiara Wacana

Prof. Dr. Bakhtiar,Amsal, M.A. 2007. Filsafat Ilmu. Jakarta : PT RAJAGRAFINDO PERSADA.

Prof.DR. Ahmad Tafsir. 2000. Filsafat Umum Akal Dan Hati Sejak Thales Sampai Capra . Bandung :PT REMAJA ROSDAKARYA

(http://one.indoskripsi.com/node/786)

(http://usahasejati.com/Filsafat%20Komunikasi/aspek-aspek)

(www.kecoaxus.tripod.com/filsafat/pengfil.htm)

Categories:

0 Response for the "BIDANG GARAPAN FILSAFAT : ONTOLOGI"

Posting Komentar